📚 Fawaid Pagi Hari Ini :
*MENJAWAB BERBAGAI SYUBUHAT (KERANCUAN PEMAHAMAN) SEPUTAR PERAYAAN MAULID*
(Bagian pertama)
_Saudaraku kaum Muslimin rohimakumulloh ….._
Sebagian saudara kita kaum Muslimin yang membolehkan untuk mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam, *mereka mengaku mempunyai dalil-dalil atau hujjah atau argumentasi, yang mendukung atau menunjukkan bolehnya melakukan perayaan maulid tersebut.*
Dan kalau kita perhatikan dalil-dalil mereka tersebut dalam permasalahan ini, maka *semua dalil tersebut tidak terlepas dari 4 keadaan,* yaitu :
1. Boleh jadi, ayat-ayat atau hadits-hadits yang dijadikan dalil tersebut adalah *shohih, tetapi tidak tepat dalam pendalilan, alias keliru, dan cenderung dipaksa-paksakan.*
2. Atau boleh jadi pula hadits-hadits yang dijadikan dalil, kebanyakannya *Dho’if (lemah), bahkan ada yang Maudhu’ (palsu), yang tidak layak dijadikan dalil.*
3. Mereka juga *sering menukilkan perkataan atau pendapat sebagian ulama untuk dijadikan dalil, padahal perkataan atau pendapat para ulama itu bukan sebagai hujjah/dalil, jika menyelisihi dalil-dalil yang shohih dari Al-Qur’an maupun dari As-Sunnah.*
4. Seringkali pula, mereka *membuat-buat alasan-alasan yang dipaksakan, untuk mencapai tujuan/keinginan mereka yang rusak tersebut, yaitu tetap menginginkan diadakannya maulid, meskipun jelas-jelas bukan perkara yang disyari’atkan dalam agama Islam ini.*
Demikian itulah keadaannya dan kenyataannya, dalil-dalil dan alasan mereka, sekedar untuk menguatkan argumentasi mereka !
Dan insya Alloh, akan kita sebutkan *sebagian dari dalil-dalil mereka tersebut, berikut jawaban dan bantahannya,* sesuai dengan yang dimudahkan oleh Alloh Ta’ala untuk menerangkannya.
*Syubuhat Pertama* : Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh *Imam Muslim* rohimahulloh dalam kitab *Shohih*-nya no. 1162, dari hadits *Abu Qotadah Al-Anshory* rodhiyallohu anhu :
_“Bahwa nabi shollallohu alaihi wa sallam pernah ditanya *tentang puasa pada Senin*, maka beliau bersabda :_
فِيه وُلِدْت وَفِيه انْزِلَ عَلَي
_*“Pada hari itu aku dilahirkan*, dan pada hari itu pula diturunkannya (wahyu) kepadaku.”_
Kemudian, tokoh mereka, *Syaikh Muhammad Alwi Al-Maliki*, dalam kitabnya *Haulal Ihtifal bil Maulid* (hal. 10), setelah membawakan hadits tersebut di atas, dia mengatakan :
_“Sisi pendalilan dari hadits ini (menurut dia, Alwi Al-Maliki) adalah : bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam *memuliakan dan mengagungkan hari kelahiran beliau dengan berpuasa pada hari itu.*_
_Hal ini (yakni berpuasa itu), *hampir semakna dengan perayaan*, walaupun bentuknya berbeda._
_Yang jelas, makna pemuliaan itu ada, apakah dengan berpuasa, atau dengan memberi makanan, atau dengan berkumpul-kumpul untuk mengingat, atau dengan bersholawat kepada beliau, dan lain-lain…”_
*Jawaban dan bantahan :*
1. Perkataan Al-Maliki : _“bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam memuliakan dan mengagungkan hari kelahiran beliau, dengan berpuasa pada hari itu."_
Ini tidak benar ! Yang benar adalah, bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam *tidak berpuasa pada tanggal kelahiran beliau (yang dianggap sebagai Hari Maulud), tetapi berpuasa pada Hari Senin, yang mana hari Senin itu berulang setiap bulannya sebanyak empat kali, atau terkadang lima kali.*
Beliau shollallohu alaihi wa sallam juga *tidak pernah mengkhususkan untuk melakukan amalan-amalan tertentu pada tanggal kelahiran beliau.*
Hal ini adalah bukti yang menunjukkan, bahwa *beliau shollallohu alaihi wa sallam tidak pernah menganggap tanggal kelahiran beliau (hari Maulud) lebih utama daripada yang lainnya.*
2. Bahkan, Nabi shollallohu alaihi wa sallam *tidak mengkhususkan berpuasa pada hari Senin saja, tetapi juga berpuasa pada hari Kamis,* karena pada dua hari itulah amal-amal seorang hamba akan disodorkan/dipaparkan (di hadapan Alloh subhanahu wa ta’ala).